Suara keras opa terdengar begitu pintu lift terbuka di ruang tengah. David mendorong kursi roda keluar dari lift mendekati sumber suara.
"Wanita itu sumber masalah! Buat hancur hubungan keluarga!"
"Raden, yang membuat hancur hubungan keluarga bukan Laura tapi kekerasan kepala kalian." Suara kakek terdengar bikin gue terkejut. Kakek bukannya datang besok?
"Kenapa tidak pernah belajar yang sudah-sudah. Anak-anak ini sudah dewasa. Tidak perlu menjodohkan apalagi memaksakan kehendak kita ke mereka." Lanjut kakek yang gue setujui.
"Kami mau yang terbaik untuk anak dan cucu kami!" Ucap Opa bersikeras dengan pendiriannya. "Apa salahnya juga salah satu dari mereka menuruti keinginan omanya menikah dengan keluarga yang kami pilih!"
"Menikah dari keluarga Daris dan sekarang Paris?" Cemooh kakek yang terdengar jelas.
"Daris sahabatku. Kami sudah lama menjodohkan anak kami bahkan dari mereka dalam kandungan. Kalau saja Bianca tidak menikah dengan anakmu atau Marvin dengan cucu perempuan satu-satunya Daris, aku sudah menempati janjiku ke almarhum sahabatku!"
"Sekarang, Paris satu-satunya gadis yang disetujui istriku dan malah ditolak?!"
"Lalu kamu mau mereka menuruti karena janji dan kalian setujui? Pasangan hidup tidak dapat dipaksakan."
"Pasangan pilihan kami setidaknya bisa menghargai dan menganggap kami seperti keluarga sendiri!"
"Seperti keluarga?" Gue masuk ke ruang tengah dengan bantuan David. "Orang-orang itu cuma mau memanfaatkan opa dan oma."
"Tory" Papi memperingati gue. Meminta gue untuk diam.
"Kamu ada disini." Opa ga peduli dengan ucapan gue. Ia malah menatap gue seperti raja yang berkuasa untuk menuruti titahnya. "Opa mau kamu putuskan hubungan kamu dengan wanita itu dan bertunangan dengan Paris!"
"Opa tidak mau ada penolakan! Sudah cukup opa dan oma bersabar dengan penolakan kalian!"
"Tory tidak mau. Bagi aku, Laura satu-satunya yang pantas jadi istriku." Tolak gue ga peduli dengan perintah opa. Gue yang menentukan pasangan hidup gue!
"Kesehatan oma kamu lebih penting! Jika ada apa-apa dengan oma, jangan salahkan opa kalau opa buat wanita itu menghilang dari hidup kamu!" Ancam opa yang ga bisa gue toleransi lagi.
"Opa, aku tidak akan tinggal diam kalau opa menyakiti Laura!" Lawan gue ga peduli ia opa gue sekalipun! Menyakiti wanita yang gue cintai hanya demi kesehatan oma!
"Kamu lebih memilih wanita yang membalaskan dendam karena kalian menghancurkan bisnis ayahnya dibandingkan nyawa oma kamu sendiri?!" Opa naik pitam.
"Bukan Laura pelakunya!" Gue ga tahu kalau opa ikut mengambing hitamkan Laura sebagai mata-mata perusahaan Daivat atau tidak. Yang pasti kabar kalau Laura sebagai mata-mata begitu cepat menyebar ke telinga opa sangat mencurigakan. Dan opa harus tahu kalau gue sudah tahu siapa pelakunya tentu saja dengan bukti yang kuat.
"Tory punya bukti kalau bukan Laura pelakunya." Gue meminta David menyerahkan bukti Paris dan Arden yang bekerja sama mencuri ide proposal kami ke opa.
Opa tidak melihat sedikitpun dokumen yang David serahkan ke orang kepercayaan opa. Ia menolak saat orang kepercayaannya memberikan dokumen kepadanya.
"Aku tidak peduli mau dia pelakunya atau tidak. Selama oma kamu menginginkan Paris jadi istri kamu, oma tetap pada pendirian opa!"
"Maksud om gadis yang bekerjasama dengan Arden pantas jadi istri anak saya?" Papi yang dari tadi hanya diam akhirnya mengungkapkan pendapatnya.
"Saya sudah lama cukup diam dengan perusahaan Daivat selalu menyerang perusahaan kami. Itu karena saya masih memandang om dan tante yang berhubungan baik dengan keluarga Daris terutama Hendrik ."
"Tetapi Arden siapa? Ia ingin menyerang hasil kerja keras Tory tidak dapat saya toleransi!"
"Kamu jangan bertindak macam-macam dengan Hendrik dan Arden! Seharusnya kamu punya rasa bersalah karena sudah merebut Bianca dari Hendrik. Setidaknya kamu sadar diri kalau ia melampiaskan amarahnya perusahaanmu!"
"Sedangkan Arden juga sudah ku anggap cucuku. Sedikit saja kamu menyakiti mereka aku tidak akan tinggal diam!"
"Apa selama ini saya belum cukup sadar diri menerima serangan Hendrik?" Ejek papi yang gue acungin jempol dalam hati. "Bianca menikah dengan saya tetapi om tidak menganggap kami sebagai keluarga. sedangkan orang yang mau menghancurkan bisnis suami dan anak dari putri om, om anggap seperti musuh."
"Saat kalian ada mau dan bersikeras menjodohkan orang-orang tidak tahu diri itu pada putra-putra kami, kalian anggap anak-anak kami seperti properti kalian?!"
"Tenang. Ia juga ayah kamu." Kakek menenangkan papi yang dipuncak amarahnya. "Setidaknya hormati ia ayah dari istrimu."
"Selama ini aku menghormati mereka orang tua Bianca. Tetapi ini sudah keterlaluan."
"Bukan hanya menargetkan Tory tetapi mereka juga sudah menyerang bisnis keluarga Laura."
"Ada apa dengan bisnis keluarga Laura?" Gue ga menghubungi Laura seharian ini karena terlalu fokus mencari tahu pelaku yang mengkhianati perusahaan gue.
"Kamu tenang. Bisnis mereka sudah stabil. Papi sudah mengatasinya."
"Opa, kalau opa ingin melampiaskan amarah opa karena oma sakit, opa bisa lampiaskan ke aku."
"Tapi kalau opa minta aku harus menikah dengan Paris, aku tidak akan melakukannya!"
"Kalau begitu jangan salahkan opa terus menyerang Laura dan keluarganya. Ucapan opa tidak main-main!"
"Biarpun kalian mengatakan yang tidak-tidak ke Hendrik, Arden dan Paris, tetap aku lebih percaya mereka dari kalian!"
"Bahkan kalau mereka menghancurkan perusahaan kalian, itu lebih bagus! Kalian tidak akan lagi bersikap arogan dan memohon ke aku!"
"Raden! Ucapan kamu keterlaluan!" Kakek berdiri hampir menyerang opa jika tidak ditahan oleh papi.
"Kita lihat siapa yang lebih dulu hancur, om." Ucap papi dengan tenang.
"Huh! kita lihat saja!" Opa berdiri dengan angkuh.
"Sebaiknya opa cari tahu Paris cewek seperti apa saat ia di luar negeri sebelum aku menyebarkannya ke media dan oma tahu dari media. Mungkin kalau itu terjadi, serangan jantungnya bukan hanya akting seperti tadi malam!"
"Tory!" Bentak opa sambil melemparkan cangkir di dekatnya yang langsung ditangkap oleh David yang sigap.
papi dan kakek ga bisa menahan emosinya kalau enggak gue tahan.
"Sama seperti opa, aku juga tidak main-main. Cari tahu sekarang agar mata opa bisa terbuka gadis yang sangat ingin oma masukan ke keluarga kalian hanya membuat keluarga kalian jadi bahan ejekan bagi bajingan di luar sana."
Opa mendengus dan pergi dari rumah. Walaupun ia terlihat arogan, gue yakin ia pasti akan mencari tahu yang gue katakan barusan demi kesehatan istrinya. Ia tahu pasti kalau gue akan melaksanakan ancaman gue. Jika ucapan gue benar mengenai Paris dan oma melihat beritanya lalu mendapat serangan jantung, ia pasti akan menyesal ga cari tahu lebih dahulu.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya papi yang khawatir gue kena hampir kena lemparan cangkir oleh opa.
"Ga apa-apa, pi. Beruntung David menangkap cangkirnya sebelum kena aku."
"Terima kasih, David." Ucap gue ke David yang berdiri tegap.
"Sudah tugas saya, Pak." Balas David yang gue percaya bukan hanya mengurus bisnis tetapi juga sebagai penjaga keamanan gue.
"Terima kasih. Saya akan memberikan kamu bonus selain bonus yang diberikan Tory."
"Terima kasih, Pak."
"Kamu boleh pulang. Besok kamu boleh izin cuti." Gue tahu kalau David ga pernah mengambil cuti kalau ga diperintahkan. Ia seperti mesin yang gila kerja.
David beranjak pergi setelah diperbolehkan pulang. Gue mendorong kursi roda gue mendekati papi dan kakek.
"Nenek tidak ikut kakek ke sini?"
"Nenek tidak ikut. Kakek minta ia tinggal. Keadaannya sedang tidak baik, kakek tidak mau nenek kamu khawatir. Nanti saat lamaran, nenek kamu datang."
Tindakan kakek sudah tepat. Nenek mudah khawatir dan panik kalau ada masalah dengan opa dan oma. Karena nenek tahu watak opa yang sangat keras dan bisa hilang akal sehat.
"Sebaiknya papa dan Tory istirahat. Kita lanjutkan pembicaran setelah makan malam." Ucap papi meminta kami naik ke atas untuk beristirahat.
Hari ini memang sangat melelahkan. Gue akan beristirahat sebentar sambil menunggu Laura. Ia pasti lebih lelah hari ini. Gue harap gue bisa menghiburnya saat ia pulang nanti.
******
Makan malam mengobati hari yang terasa begitu panjang. Kehadiran Laura dan Kakek bikin suasana semakin meriah. Terutama mami yang tadinya murung jadi banyak bercerita dan tersenyum bikin kami lega.
Setelah selesai makan, kami ga ingin membicarakan hal yang ga mengenakkan. Hanya duduk di ruang tengah dan menonton acara kesukaan mami. Sesekali mami menanyakan kebenaran gosip yang ditayangkan ke Laura.
Sampai tayangan yang bikin suasana langsung sunyi. Di layar televisi menyiarkan berita Laura yang menjadi lady escort pengusaha kelas atas. Bukan hanya itu saja. Ia dikabarkan suka menyerang aktris pendatang baru yang terkenal dan mengancam mereka dengan rekaman yang dibuat seolah-olah aktris itu bersalah.
Gue menggenggam tangan Laura. Menenangkannya. Menyatakan kepadanya kalau gue percaya padanya sepenuhnya. Ga terpengaruh dengan berita bohong yang ditayangkan.
"Apa-apa mereka!" Mami marah sambil mematikan siaran. "Berani sekali mereka menyebarkan berita seperti itu!"
"Aku akan minta asistenku untuk mencari tahu siapa dalangnya."
"Ga perlu. Aku tahu siapa dalangnya." Ucap mami kembali murung. "Laura, tante ga akan pernah percaya dengan berita itu. Sebaliknya, tante minta maaf kelakuan orang tua tante."
"Tante janji akan membereskan semua gosip-gosip dan menuntut media yang menyebarkan beritanya."
"Terima kasih, tante." Balas Laura dengan tenang. "Tapi ada yang harus tante, om dan kakek tahu."
Gue mengeratkan genggaman gue di tangannya. Gue tahu isi pikirannya. Gue ga mau ia dicap buruk di mata papi mami setelah mereka sudah setuju ia jadi pasangan gue.
Laura menepuk tangan gue. Menenangkan gue. "Berita itu ada yang benar dan salah."
"Berita kalau aku sebagai Lady escort itu tidak benar. Aku memang diminta untuk menghadiri pesta resmi yang diadakan oleh perusahaan Jefry dan berkenalan dengan parnert bisnisnya. Tetapi aku tidak pernah menemani orang-orang itu. Kami hanya berbicara selama di pesta resmi diadakan."
"Sedangkan mengancam rekan aku sesama kerja di dunia hiburan, itu benar."
Mami menatap Laura ga percaya.
"Itu semua untuk melindungi diriku dari kejamnya dunia hiburan. Banyak rekan-rekanku yang ingin menjerumuskanku atau mencari masalah waktu di project yang sama. Bahkan mereka bisa menyebarkan gosip palsu untuk membuat namaku jatuh."
"Karena itu, aku ga punya cara lain selain mempertahankan diriku dengan merekam mereka saat menjahatiku. Mengancam mereka agar menghentikan tindakan jahat mereka terhadapku."
"Kami mengerti." Ucap Kakek dengan raut wajah serius. "Itu tidak salah. Dunia hiburan memang sangat kejam. Tindakan kamu sudah benar untuk kakek."
"Benar, Laura. Kamu tenang saja. Kami akan mengurus semuanya. Walaupun yang dikatakan kamu itu benar, tetap kami akan menuntut mereka agar nama kamu baik kembali."
"Terima kasih. Terima kasih juga masih menerimaku"
"Kamu bagian keluarga ini. Sudah seharusnya kami menerima dan melindungi kamu." Ucap mami melegakan ga hanya bagi Laura tetapi juga gue.
Gue terharu akan keluarga gue begitu mempercayai dan menerima Laura apa adanya. Bersyukur memiliki keluarga yang mendukung dan menyayangi gue sepenuhnya bahkan ke pasangan yang gue pilih.
"Maaf, ada telepon untuk nyonya." Bu Siti menyerahkan telepon sambil dengan hati-hati.
Mami menerima telepon dari Bu Siti. "Halo." Sapa mami yang awalnya tenang, raut wajahnya berubah menjadi tegang dan panik.
"Ada apa?" Tanya papi yang khawatir di samping mami.
"Mami kena serangan jantung." Ucap mami dengan nada suara bergetar. "Tolong antarkan aku ke rumah sakit."
Kali ini kami merasa kalau serangan oma bukan cuma pura-pura seperti kemaren.
"Bu Siti, minta Pak Jaka siapkan mobil."
"Baik, tuan." Bu Siti bergegas menjalankan perintah papi.
"Aku ikut bersama kalian." Ucap kakek berdiri bersama papi dan mami.
"Aku juga." Semarah apapun gue, tetap gue khawatir dengan keadaan oma. "Gue ke rumah sakit dulu. Apa lo mau ikut?"
"Ga, gue khawatir nanti suasananya malah ga baik."
"Oke, nanti gue kabari."
"Iya, gue tunggu lo di rumah."
Gue ikut bersama papi, mami dan kakek menuju rumah sakit. Semoga saja keadaan oma ga parah. Semoga ga ada hubungannya dengan Laura apapun yang bikin penyakit jantung oma kumat.
******
Komentar
Posting Komentar