Langsung ke konten utama

Tory - Part 3

 Satu Tahun kemudian

Malam ini pesta ulang tahun salah seorang rekan bisnis yang diadakan di sebuah hotel yang ternama. Gue sengaja datang mendekati puncak acara. Kalau gue datang dari awal, gue harus banyak bersulang dan berbincang dengan banyak orang.

Jika dulu gue harus bersulang untuk mencari koneksi, sekarang gue tidak perlu melakukannya lagi. Gue sudah memiliki koneksi yang kuat.

"Kenapa lo baru datang sekarang?" Tanya Sammy, teman dekat gue dari SMA.

"Ada urusan yang harus gue selesaikan."

"Sebentar lagi acara tiup lilin." Kami saling berpandang penuh arti.

Kami ga mau merayakan ulang tahun seperti anak-anak yang masih meniup lilin. Jika kami ulang tahun, kami lebih suka merayakan dengan reservasi di sebuah hotel atau club malam dan berpesta sepuas hati.

Kami hanya diam menyaksikan orang-orang menyanyikan lagu ulang tahun. Lalu ikut bertepuk tangan setelah lilin ditiup. Lalu mendengar pengumuman dari Jefry kalau ia memberi anak satu-satunya jabatan penting di perusahaannya.  

"Apa ka Audrey datang ke sini? Dari tadi gue cari ga ketemu" Tanya Sean menghampiri kami sambil memegang kelas anggur di tangannya.

Sean usianya 8 tahun lebih muda dari kami. Ia adik bungsu Vino, teman dekat kami. Vino meminta kami menjaga Sean selama di kota ini dan menegurnya kalau ia bertindak implusif.

"Audrey? Ia ga akan datang." Audrey ga akan mau datang ke acara yang ada di luar kota kalau bukan orang yang menempati posisi rantai teratas. Baginya waktu adalah uang. Ia lebih memilih bekerja atau menemani Vicha dan anak mereka.

"Apa yang ada di kepala lo sampai mikir Audrey datang ke sini?" Tanya Sammy mengkritik Sean yang ga ingat tabiat Audrey. 

"Bukannya Pak Jefry pernah jadi rekan bisnis perusahannya?"

"Lo lupa kalau Pak Jefry dekat dengan keluarga Darwin?"

Jefry pengusaha yang sangat pintar memanfaatkan situasi. Dulu perusahaannya kecil dan berada di rantai bawah yang bekerja sama dengan perusahaan keluarga Laura. Ia rela melakukan apapun bahkan menjilat Darwin, ayah Laura agar terus bekerja sama dengan perusahaan Darwin.

Saat keluarga Laura mengalami krisis, hanya ia yang berani menawarkan bantuan agar perusahaan Darwin bertahan. Tentu saja ada bayaran mahal yang harus  Darwin balas setelah menerima bantuannya.

 Semua project yang menghasilkan banyak uang akan jatuh ke tangan Jefry. Apapun yang Jefry minta, Darwin harus bisa memenuhinya. Itu kenapa perusahaan Darwin tidak dapat berjaya seperti dulu. Jefry seperti parasit yang terus meronggoti sampai ia bisa berada di posisi sekarang. Ia bisa masuk ke lingkungan pengusaha yang di rantai menengah. Tetapi beberapa bulan ini ia semakin congkak. Seakan ia sudah ada di rantai atas. 

"Ah, benar juga. Pantas gue lihat Laura ada di sini." Gumam Sean yang mengejutkan kami. 

Jefry tidak pernah mengundang Laura kalau ia mengundang keluargaku dan keluarga Audrey. Ia tahu bokap ga akan datang dan aku yang akan mewakilinya. 

"Laura?" Sammy memberi tanda padaku. Lalu meletakan gelas minuman di tangannya.

Jefry sangat licik dan terkenal di kalangan tertentu ia menyediakan wanita untuk menghibur pengusaha yang ingin ia dekati ataupun ia hancurkan. Tentu aja salah satunya dengan memberi obat pada minuman agar dapat mengirim wanita itu ke tempat orang yang ingin ia hancurkan. 

"Jangan minum lagi." Larang Sammy ke Sean yang langsung di turuti meski ia bingung.

"Kita pamit dengan tuan rumah," Ajak gue sambil berjalan lebih dahulu ke arah Jefry yang berbincang dengan tamunya.

"Pulang? Bukannya kita bakal dianggap ga sopan lebih pulang duluan dari tamu lain?" Tanya Sean sambil berbisik.

"Sudah ikut aja" Sammy menyamakan langkahnya dengan gue. 

Saat kami mendekati Jefry, para tamu yang mengerumbuni Jefry memberi jalan dan menyapa kami. Tetapi Jefry seakan tidak melihat kami dan terus berbicara dengan siapapun di dekatnya. Beberapa partner bisnisnya tetap berbicara  mengikuti dengan sandiwara Jefry. Sedangkan yang lain hanya diam dan merasa tidak nyaman dengan tindakan mereka. 

"Selamat malam Pak Tory, Pak Sammy, dan Pak Sean" Sapa Pak Risky yang akhirnya berani menginterupsi sandiwara Jefry. Gue mengangguk ke arah pak Risky. 

"Oh, maaf aku tidak lihat kalian," Ucap Jefry berpura-pura seakan baru melihat kami.

"Selamat ulang tahun, Pak Jefry," Balasku sambil tersenyum seakan tidak peduli dengan tindakannya. 

"Terima kasih. Ayo nikmati pestanya. Disini juga banyak yang menarik untuk kalian,"

"Sayang sekali kami harus pergi."

"Kenapa buru-buru? Apa pesta saya tidak sesuai dengan standar kalian?"

"Tidak. Ada urusan mendesak yang harus kami tangani secepatnya," Sean yang langsung menjawab pertanyaan Jefry tanpa memikirkan alasan yang baik.

"Kalian bertiga? Apa perusahaan kalian baik-baik saja?" Saat melihat tatapan mataku yang tajam, Jefry tertawa.

"Maaf, saya hanya khawatir dengan keadaan perusahaan kalian."

"Ini hanya masalah pribadi." Balas Sammy sambil tersenyum.

"Baik. Tolong sampaikan ucapan salamku pada ayah kalian."

"Tentu saja." Gue tersenyum lebar. Ga hanya akan memberi tahu tapi juga mencari tahu siapa yang melindunginya sehingga ia berani  mempermalukan kami di hadapan orang banyak. Menaruh perangkap agar membuat kami emosi meledak di pestanya.

"Ia sengaja mencari gara-gara dengan kita!" Kesal Sammy saat kami keluar ballroom.

"Apa kita masuk lagi dan bikin pestanya hancur?" Tawar Sean memberikan ide kekanakan.

"Ga. Ia memang berniat agar kita marah dan menghancurkan pestanya."

"Menurutmu apa yang akan terjadi kalau kita melakukan itu dengan banyak pengusaha yang datang?" Tanya gue ke Sean yang membuatnya terdiam lama.

"Nama kita akan dicap jelek?" Jawab Sean sambil melirik gue ga yakin.

"Kita akan dicap sangat arogan dan memicu semua pengusaha untuk tidak akan berkerja sama dengan perusahaan kita." Melihat reaksi Sammy yang ga khawatir, Sammy menghela nafas.

"Belum lagi orang tua kita akan marah dan menghukum kita semua." Terang Sammy yang membuat Sean terkejut dan sadar kalau kami hampir masuk jebakan.

"Kalau gue sendiri di sana, pasti gue akan masuk jebakannya kan?"

"Ya." Jawab gue singkat.

Gue ga mau memberitahu Sean bukan hanya itu aja akibatnya. Jefry akan mendapatkan alasan untuk menyerang perusahaan kami dan didukung oleh orang banyak.

"Kalau kita balasnya diam-diam ga apa-apa kan?" Bisik Sean sambil tersenyum lebar. Kami berdua Sammy hanya diam. Ga ada yang menolak ide Sean.

"Jefry mau nama baik kita rusak kan? Bagaimana kalau kita balas yang sama."

"Sebaiknya kita bicarakan di kamar." Sammy memesan kamar untuk kami. Berpikir kalau kami mengikuti pesta sampai larut malam dan tidak ingin pulang dalam keadaan minum banyak alkohol.

Sammy memberikan kartu kamar hotel untuk gue dan Sean yang langsung kami kantongi. Lalu memasuki lift khusus untuk tamu VIP yang hanya dapat diakses dengan kartu kamar. Begitu sampai di atas, Sammy membawa kami ke kamarnya.

"Sekarang beritahu rencana lo."

"Karena Jefry mau bikin kita malu, gue mau ia malu dan jadi bahan omongan." Kami hanya diam. Ingin mendengarkan ide Sean sepenuhnya. 

"Jefry punya simpanan." Melihat reaksi kami biasa saja, raut wajah Sean kecewa. Itu jadi rahasia umum. Banyak pengusaha yang memiliki simpanan. 

"Kamu mau simpanannya hadir di pesta?" Tebak gue langsung membuatnya senang.

"Terlalu beresiko. Cewek itu pasti akan memberitahu kalau lo nyuruh dia datang ke pesta." Tolak Sammy yang ga ingin malah membuat situasi kami buruk kalau kami ketahuan membalas Jefry. 

"Dia hadir di pesta dari awal"

"Maksud lo?" Tanya gue yang terkejut cewek itu berani menampakan mukanya di pesta Jefry tanpa takut dengan istri, anak dan keluarga besar Jefry. 

"Cewek simpanannya artis pendatang baru yang sedang terkenal. Jefry jadi sponsornya."

"Kalau dia sudah di sana dan ga bikin masalah, ia berpihak dengan Jefry." 

"Gue dengar simpanannya hamil."

"Darimana lo tau?"

"Gue dapat kabar dari teman tuh cewek saat di club."

Sean terkenal selalu mendapatkan info keburukan orang lain. Ia memiliki pertemanan yang luas dan kebanyakan temannya suka menjalani hidup terlalu bebas. Karena itu ia mudah mendapatkan info yang sangat akurat.

"Apa rencana lo?"

"Gue mau semua orang tau tuh cewek hamil dan tentu aja kabar siapa ayah dikandungannya akan muncul besok."

"Lo mau hancurin rumah tangga dan karir orang?" Sammy menatap Sean ga percaya. 

"Bukannya kita lebih parah lagi kalau sampai masuk jebakan Jefry?"

"Kenapa saat seperti ini ia jadi lebih cerdas?" Keluh Sammy yang gue balas tawa.

"Tapi yang Sean bilang benar. Kita akan mengalami kerugian besar dan nama kita juga tercoreng,"

"Lagipula kita hanya memberitahu kebenaran lebih awal." Tambah gue ga sabar ingin mendengar nama Jefry dibicarakan dimana-mana.

Sudah lama gue ga terhibur. Terakhir setahun yang lalu, Marcella yang menjual cerita patah hatinya di sosmednya sampai diwawancara di talkshow. Sayangnya perjuangan Marcella tidak semulus Riana. Ia dihujat dan dianggap model cari panggung. Ceritanya hanya bertahan 5 hari yang langsung ditenggelamkan dengan gosip-gosip baru. Namanya meredup terutama perusahaan yang menjadikannya brand ambassador marah dengan tindakan Marcella mempengaruhi penjualan produk mereka. Belum lagi perusahaan yang lewat koneksiku mempekerjakan Marcella membatalkan kerja sama yang hanya tinggal tanda tangan kontrak.

Coba saja kalau ia seperti Aline yang setelah putus denganku melanjutkan hidupnya tanpa drama. Ia sekarang menjadi terkenal dan sudah menikah dengan salah seorang pengusaha yang ternama. Atau ia sepandai Riana yang bisa membaca situasi dan cara menarik simpati orang-orang padanya.

"Bagaimana caranya orang-orang tau kalau tuh cewek hamil?" Tanya Sammy pada Sean yang mengambil ponsel di kantong jasnya. Menelpon asistennya.

Kami mendengar rencana Sean yang meminta asistennya membayar pelayan di pesta. Meminta pelayan itu membawa nampan yang berisi potongan keju ke cewek itu. Tentu aja ga akan ada orang curiga kalau pelayan membawa nampan berisi potongan keju karena itu biasa dihidangkan bersama anggur.

"Kata temannya ia selalu mual mencium bau keju. Bayangin kalau ia muntah di pesta. Itu sudah merusak acara, kan?" Ucap Sean setelah menutup sambungan telepon.

"Lalu bagaimana orang bisa tau Jefry ayah anak di perutnya?" Tanya Sammy lagi.

"Gue akan membayar orang untuk menyebarkan foto-foto Jefry dan tuh cewek. Gue yakin ga lama beritanya akan langsung naik"

"Bagus. Lo pintar juga." Puji Sammy yang tentu bikin Sean bangga. "Ingatin gue supaya ga cari masalah dengan anak ini." Ucap Sammy ke gue yang dibalas acungan jempol. Otak Sean sangat berbahaya.

"Gue mau istirahat." Gue bangkit berdiri dari sofa.

"Besok kumpul di kamar Sammy lagi."

"Apa maksud lo kumpul di kamar gue? Jangan ganggu gue tidur dengar suara lo pagi besok!" Sammy selalu bangun terlambat kalau hari libur. Ia bahkan bisa bangun tengah siang.

"Ayo" Ajak gue lebih dulu keluar kamar Sammy. Gue berjalan ke arah kamar Sean yang ada di sebelah kamar Sammy. Menunggunya membuka pintu dan masuk ke dalam.

"Jangan undang cewek ke kamar lo! Cepat tidur. Gue ga mau besok pagi dengar lo bikin masalah dengan cewek!" Perintah gue ke Sean.

"Oke, ka. Lo sama aja kaya ka Vino," Keluh Sean yang gue balas tatapan tajam. Kalau bukan Vino, gue ga peduli kalau ia mau tidur dengan siapapun!

Sean menutup pintu pelan. Gue memoto pintu kamar Sean dan mengirimkannya ke Vino. 'Ade lo sudah masuk ke dalam kamar' ketik gue di bawah foto lalu mengirimnya ke Vino.

Beberapa detik Vino langsung membalas pesan gue. 'Thanks bro' Gue memasukan kembali ponsel gue ke dalam kantong. Karena banyak tamu, Sammy hanya mendapat dua kamar yang dekat. Ia memilih kamar untuk Sean tepat disebelahnya agar mudah mengawasi Sean.

Sedangkan kamar gue masih di lantai yang sama tetapi jaraknya cukup jauh dari kamar Sammy dan Sean. Gue melewati belokan koridor. Hanya beberapa meter sampai ke kamar gue.

"Tolong" Suara cewek terdengar keras di belakang saat tiba di depan pintu kamar gue. Tangannya menangkap lengan gue. Memegang gue begitu kuat. "Tolong bawa saya pergi dari sini" Pintanya sambil mendongakkan wajahnya.

Tatapan kami bertemu. Gue terkejut bertemu dengannya di sini. "Lepasin!" Gue mengibas lengan Laura tetapi ia tetap memegang gue kuat.

"Tory tolongin gue. Kali ini aja. Bawa gue pergi dari sini!" Mohon Laura sambil menoleh ke belakang. Lalu ketakutan dan bersembunyi di dada gue.

Gue menoleh ke depan. Pria setengah baya berlari ke arah kami lalu berjalan melambat begitu melihat gue. "Pak Benny" Sapa gue sambil memasang wajah tersenyum. Ia orang yang sengaja terus berbicara dengan Jefry sambil tersenyum sinis pada kami di pesta.

"Pak Tory" Ia membalas senyuman gue lalu melirik ke arah Laura yang kini sembunyi di belakang gue.

"Kalau saya tahu Laura milik Pak Tory, saya tidak akan mengincarnya." Ucapnya penuh arti. "Tenang saja saya tidak akan memberitahu siapapun. Selamat bersenang-senang, Pak Tory,"

Gue menatap tajam Benny yang pergi menjauh. Ia pasti akan memberitahu Jefry kalau gue bersama Laura.

"Dia sudah pergi." Ucap gue pada Laura yang masih memegang jas gue.

"Apa lo bisa lepasin jas gue?"

"Maaf" Laura melepas cengkramannya. Ia terlihat sempoyongan. Hampir terjatuh kalau engga gue pegang agar ia tetap berdiri.

"Apa bisa tolongin gue? Bawa gue pergi dari sini?" Mohonnya lagi. 

Hah... kalau ga mikir ia cewek, gue sudah pasti menolak keras. 

"Baiklah. Lo bisa jalan?" Laura menggelengkan kepalanya. Terpaksa gue harus memapahnya. Membawanya ke dalam lift dan menekan tombol U yang mengarah ke underground tempat parkir mobil gue.

Di dalam lift gue membuka jas gue dan menutupi kepala Laura. "Gue ga mau orang-orang lihat gue bersama lo." Ucap gue sebelum Laura menanyakan tindakan gue.

Begitu sampai di underground, gue memapah Laura ke arah mobil gue yang terpakir. Kondisi Laura yang sempoyongan membuat jalan kami lambat. Aneh. Gue berhenti dan menoleh ke sekeliling tempat parkir yang sunyi. Ada beberapa orang juga di parkiran tapi posisinya jauh dari kami. mereka juga langsung masuk ke dalam mobil, ga memperdulikan kami.

Kenapa gue merasa ada yang memata-matai gue?

"Ada apa?" Tanya Laura mendongkakan kepalanya.

"Ga apa-apa." Gue kembali memapah Laura sampai ke mobil dan membantunya masuk ke dalam kursi penumpang bagian depan.

Malam ini gue sengaja ga bawa supir karena berniat ingin bermalam di hotel setelah pesta. Ternyata rencana gue batal. Untung aja gue ga banyak minum dan masih sadar sepenuhnya. Gue akan memberitahu Sammy dan Sean kalau gue pulang ke rumah dan ga nginap di hotel.

"Dimana alamat lo?" Tanya gue pada Laura begitu masuk ke dalam mobil. Laura memberitahukan alamat tinggalnya yang ternyata apartment yang ga jauh dari lokasi hotel.

"Apa lo bisa naik ke atas?" Tanya gue begitu kami sampai di underground gedung apartement Laura.

Laura menggelengkan kepalanya. Gue kembali memapah Laura keluar dari mobil dan membawanya ke apartementnya.

"Makasih" Ucap Laura setelah gue memapahnya masuk ke dalam dan mendudukannya di sofa.

"Hm" Balas gue sambil mengambil jas yang dipakai untuk menutupi kepala Laura. Gue ga mau berlama-lama di sini. 

"Tory, gue minta maaf. Gue dulu benar-benar jahat," Ucap Laura yang tiba-tiba tentu mengejutkan gue. 

Ingatan wawancaranya setahun yang lalu sekilas melintas di otak gue. Ia bilang ia ingin minta maaf langsung kalau bertemu dengan kami. 

"Gue sudah lupa." Jawab gue ga ingin mendengar apapun dari mulut Laura. Gue sangat mengenalnya dari TK. Orang pikir ia berubah? Itu ga akan mungkin. Otak cewek ini sangat licik. 

"Gue tau lo ga akan menerima permintaan maaf gue dan gue tau yang sudah gue lakuin sangat jahat banget,"

"Cukup!" Potong gue ga ingin mendengar lebih lanjut apalagi aktingnya yang sangat meyakinkan. "Gue ga akan tertipu dengan akting dan ucapan lo. Laura, ini terakhir kalinya gue bantu lo!" 

"Biarpun lo ngomong kayak gitu, tapi lo masih peduli dengan gue, kan?" Ucapnya sambil tersenyum penuh bangga. 

Gue benar-benar menyesal sudah bantuin nih cewek! Tanpa membalas ucapan Laura, gue membalikan tubuh gue dan  pergi dari apartement Laura. Gue ga mau berurusan lagi dengannya. Cukup sekali gue membantunya karena dia cewek yang hampir jadi korban si mesum Benny dan karena gue pernah satu sekolah dengannya!

*******

Previous        Index        Next

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NEMESIS

RyuKuni Game Chapter 2

Ryukuni Game Chapter 1