Langsung ke konten utama

Tory - Part 6

 Suara tawa mami terdengar begitu gue turun. Tanpa melihat siapa lawan bicaranya, gue sudah tau orang yang bisa bikin mami sesenang ini.

"Tory, ayo duduk sini." Panggil mami yang senang begitu gue turun. Tante Melly dan Paris tersenyum melihat gue. 

"Tory makin ganteng," Puji tante Melly saat gue menyalaminya dan Paris.

"Makasih, tante." Balas gue sambil tersenyum sopan. 

"Tory rapi begini mau kemana? Mau kencan ya?" Tanya tante Melly mulai ingin tahu semua kegiatan gue. 

"Ada janji dengan teman." 

"Kalau begitu ajak Paris," Ia memegang lengan Paris. Di antara teman mami, tante Melly paling aktif mempromosikan anaknya supaya dekat dengan gue. 

"Mami, ka Tory kan ada janji ketemu temannya. Nanti Paris ganggu mereka." Ucap Paris sambil malu-malu dan melirik gue. 

"Ga apa-apa sayang. Tory tolong ajak Paris, ya." Ucap mami yang lebih seperti perintah yang ga bisa gue tawar. 

"Oke, mi." Gue ga mau membantah mami. Kalau sampai mami mengadu ke papi, gue akan dimarahi papi.

Hanya mengajak Paris jalan-jalan. Beberapa kali putaran langsung gue antar pulang.

"Tory berangkat dulu, mi." Gue mencium pipi mami. 

"Hati-hati bawa mobilnya." 

"Iya, mi."  Gue mengangguk dan menatap Paris yang juga berdiri dan meminta izin dengan mami dan maminya. 

"Ayo!" Ucap gue langsung jalan tanpa menunggu Paris. Berjalan sampai ke teras depan. 

"Makasih, Pak" gue mengambil kunci dari Pak Jaka yang memarkirkan mobil gue di depan. Langsung naik ke kursi pengemudi dan menunggu Paris masuk ke dalam.

"Maaf ya, ka. Gue jadi ga enak ganggu janji lo sama teman lo."

Gue ga menjawab Paris. Menganggapnya ga ada. Harusnya ia sadar kalau gue ga suka dengannya dari dulu. Tapi ia seakan menutup mata semua perlakuan gue kepadanya. 

Gue melajukan mobil gue. Melirik jam di lengan gue. Gue akan terlambat janji makan siang dengan sahabat gue yang lama ga kumpul. 

"Apa benar kakak dan Laura pacaran?" Akhirnya ia bertanya setelah basa basinya gue acuhkan.

"Iya."

"Aku dengar kabar yang beredar, Laura pernah bikin kakak dan teman-teman kakak hampir meninggal di gua,"

"Itu kabar yang berlebihan."

"Tapi yang ku dengar, Laura ga sekali itu aja bikin kejahatan. Dia juga mengunci teman kakak di ruang perlengkapan di sekolah."

"Itu kesalahan yang ia buat di masa lalunya. Sekarang dia sudah sadar dan ga mengulanginya."

"Tapi gosip semua tentang Laura banyak yang negatif. Laura ga baik buat kakak."

"Paris, Siapapun yang berhubungan dengan gue bukan urusan lo!" Hanya karena kelakuan buruknya terbuka dan tersebar luas, Laura dianggap seperti pendosa besar. Seakan lupa akan kelakuan buruknya sendiri!

"Gue antar lo pulang sekarang!"

"Jangan!" Tahan Paris saat gue benar-benar mengambil jalur kanan. "Jangan antar aku pulang. Apa bisa kakak antarin aku ke restoran Haricot Dell? Aku ada janji dengan temanku di sana" Pinta Paris dengan memasang wajah memohon.

Horicot Dell? Apa cuma kebetulan ia juga mau ke sana?

Gue terus melajukan mobil melewati tempat putar balik dan tetap lurus mengambil jalur di kanan. Jarak ke lokasi restoran masih cukup jauh. Paris terus berbicara menyiksa telinga.

Sesampai di depan restoran, gue menghentikan kendaraan. "Makasih, ka Tory." Paris memasang senyum terbaiknya sebelum keluar dari mobil.

Gue melajukan mobil gue begitu Paris menutup pintu. Gue harus menghubungi Sammy buat ganti tempat janjian. Gue mengambil jalur kiri dan berhenti di pinggir jalan. Belum sempat mengambil ponsel, suara nada dering telepon masuk ke ponsel gue.

"Halo, Sam"

"Lo dimana? Kami semua sudah kumpul di sini."

"Oke, sebentar lagi gue sampai." Terpaksa gue harus kembali ke restoran. Semoga Paris ga ngeliat gue. Gue kembali mengemudikan mobil dan mencari tempat putar arah.

Sampai di restoran, gue memarkirkan mobil gue di tempat parkir khusus tamu VIP yang ada di underground gedung restoran. Restoran milik Vino menyediakan ruangan khusus untuk pelanggan VIP. Bahkan untuk menjadi pelanggan VIP hanya orang-orang penting dan memiliki koneksi yang kuat.

Gue memasuki lift dan menuju lantai 3, tempat ruangan biasa kami berkumpul. Saat berjalan melewati koridor, pintu salah satu ruangan terbuka saat pelayan membawa troli makanan. Di dalam ruangan gue melihat Paris duduk membelakangi pintu. Awalnya gue ga peduli dengan siapa ia di dalam. Sampai terdengar suara pria yang gue kenal dari dalam saat berbicara dengan Paris.

Langkah gue terhenti beberapa langkah dari pintu yang masih terbuka. Gue menoleh ke belakang tepat saat pelayan keluar bersama troli makanan dan menutup pintu.

Paris bersama Arden? Paris jelas tau kalau Arden menganggap gue musuhnya karena persaingan bisnis perusahaan ayahnya dengan perusahaan papi. Kenapa ia malah dekat dengan Arden kalau ia sudah tau hubungan kami yang ga baik?

Insting gue menyatakan seperti ada yang ga beres. Tapi terlalu mendalami hubungan mereka malah dikira gue cemburu Paris dekat dengan Arden.

Gue kembali jalan menuju ruangan tempat biasa kami berkumpul dan masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu.

"Tory," Bryan berdiri dan menjabat tangan sambil menepuk pundak gue. "Lama ga bertemu, gue malah dengar kabar lo dengan Laura." Ucap Bryan menggoda gue sambil tertawa mengejek.

"Tory baru datang, lo malah bahas gosip barunya," Tegur Mickey berjalan ke arah gue. "Bro," Mickey menjabat tangan dan menepuk bahu gue.

Gue menyalami Mickey yang lama ga bertemu karena ia tinggal di kota M. Gue menjabat tangan Sammy lalu Vino yang juga berdiri. Sayang Audrey ga bisa ikut berkumpul dengan kami karena ia ga mau jauh dari Vicha dan anaknya di waktu liburnya. 

Setelah memiliki karir masing-masing, kami jarang bertemu. Terutama  Audrey, Vino dan Bryan yang menetap di kota B, kampung halaman kami. Mereka lebih memilih untuk menjalankan bisnis di sana dibandingkan pindah ke kota ini.

Sedangkan gue dan Sammy tinggal di sini setelah pulang menyelesaikan pendidikan kami. Membantu menjalankan perusahaan keluarga kami di kota ini.

"Gue dengar saham perusahaan Jefry turun drastis setelah kabarnya diperiksa petugas pajak dan dituntut oleh karyawannya." Mickey mengambil duduk di seberang gue.

"Ya, bokap gue meminta orang memberi bukti kalau perusahaan Jefry melakukan pengelapan pajak. Sedangkan karyawannya itu hanya efek domino karena selama ini mereka kerja ga sesuai dengan fee yang diterima. Belum lagi banyak pelecehan di dalam perusahaan untuk memperpanjang kontrak."

Belum sempat gue membalas, papi lebih dahulu bertindak. Ternyata kabar Jefry sengaja mempermalukan gue di pesta sampai di telinga papi. Puncaknya saat Jefry sengaja menggunakan gue untuk menutupi gosipnya. Hari itu juga papi langsung meminta sekretarisnya memberikan kelemahan Jefry ke kantor Pajak dan meminta untuk segera diperiksa.

Selain Jefry, Perusahaan Benny pun juga mendapat murka papi. Benny memohon pada papi untuk melepaskannya. Ia mengakui kalau memang dia yang meminta orang untuk mengikuti gue dan Laura dan merekam kami. Ia merasa rekaman itu dapat menguntungkannya. Begitu Jefry mendapat masalah dengan cewek selingkuhannya dan gosipnya beredar di sosmed, ia memberikan rekaman itu pada Jefry. 

"Gue ga mau dengar masalah Jefry. Gue mau tau gosip lo dan Laura. Istri gue beritahu lo megang tangan Laura di acara tadi malam," Bryan berubah jadi tukang gosip.

"Lo megang tangan Laura?" Tanya Sammy menatap gue ga percaya. Bahkan Vino dan Mickey pun bereaksi yang sama.

"Gue terpaksa. Gue menghindari Paris yang datang tadi malam."

"Jadi memang Laura yang lo peluk di hotel itu?"

"Peluk? Gue cuma bantu dia jalan karena dia..."

"Lo bantu Laura?" Potong Bryan sebelum gue menyelesaikan ucapan gue.

"Lo benaran Tory yang gue kenal?" Tanya Vino yang juga ga percaya.

"Sejak kapan lo mau bantu Laura?" Sambung Mickey bikin gue menarik nafas dan menghembus pelan. Lalu tersenyum ke arah mereka.

"Itu kebetulan. Laura minta tolong saat ia kabur dari Benny. Waktu itu juga kondisinya lagi mabuk. Ia minta tolong gue antar dia pulang." Jelas gue sambil berusaha untuk ga emosi menjelaskan semuanya. 

Mereka menatap gue sambil senyum penuh arti. Bahkan dari tatapan mereka terlihat ga percaya dengan yang gue omongin.

"Kenapa lo ga minta orang lain antar dia pulang?" Tanya Sammy yang disetujui oleh yang lain. 

"Siapa? Sean?" Balas gue yang dibalas tatapan tajam dari Vino.

"Terus kabar lo pacaran dengan Laura? Nyokap gue cerita dari mami lo kalau lo dan Laura pacaran." Mami gue dan Mickey berteman walau sekarang beda kota. Bahkan bereka saling curhat sampai sekarang.

"Mami mau jodohin gue dengan Paris. Lalu gosip gue dan Laura tersebar di acara gosip. Jadi gue bilang ke mami kalau berita itu benar." Jawab gue meluruskan curhatan mami. 

"Lo semua ga benar-benar berpikir gue pacaran dengan Laura, kan?"

"Kalau lo mau pacaran benaran juga ga apa-apa. Lagian dia setia sama lo dari dulu." Balas Bryan sambil tertawa mengejek gue. 

"Setia? Jangan lupa Laura itu artis. Ga tau berapa banyak cowok yang berhubungan dengannya."

"Gue yakin dia ga pernah punya hubungan dengan siapapun. Kalau ada, Sean pasti dapat kabarnya." Balas Vino yang membela Laura di hadapan gue, sahabatnya sendiri. 

"Dia kan cinta mati sama lo dari SMP, Tory." 

Salah, dari TK. Gue ga mau koreksi perkataan Bryan. Gue sangat ingat karena dia bikin gue trauma dikejar-kejar cewek!

Beruntung gue bebas waktu SD karena ia ikut orang tuanya. Sayangnya kebebasan gue ga bertahan selamanya.  Waktu SMP ia balik dan masuk ke sekolah yang sama dengan gue. Pengalaman 3 tahun itu seperti mimpi buruk buat gue.

"Gue masih ingat ia ngejar lo. Semua orang yang dekat dengan lo dibuat menjauhi lo. Sampai lo ga punya teman." Sambung Vino kembali mengingat mimpi buruk gue. 

"Lo ga punya teman waktu SMP?" Tanya Sammy ga percaya. "Emang dia buat apa sampai lo dijauhi?"

"Dia sebarin ke semua orang kalau gue punya penyakit menular." Jawab gue sambil mengingat masa lalu gue yang menyebalkan.

"Ga cuma itu. Laura juga nyebarin kalau Tory gay." Lanjut Vino mengingatkannya aja bikin gue kesal.

Waktu itu kalau ada cowok yang gay bakal dimusuhi dan dijauhi. Paling parah yaitu dibully. Semua itu terjadi ke gue. Kalau ga belajar ilmu beladiri, mungkin gue bakal terus menerus dibully di sekolah.

Hanya Audrey, Vino, Bryan, dan Mickey yang mau berteman dengan gue karena kami satu klub beladiri dari SD. Mereka sama sekali ga terpengaruh dengan kebohongan yang beredar. Bahkan dari mereka, gue tau kalau Laura pelakunya.

Setelah gue memarahi Laura dan ga memaafkannya, ia ga pernah lagi menyebar kebohongan agar orang menjauhi gue. Bahkan saat gue berpacaran dengan banyak cewek, ia ga melakukan apapun.

Gue pikir ia sudah berhenti suka dengan gue. Ternyata salah. Ia mengungkapkan perasaannya ke gue waktu kami kelas 1 SMA. Setelah menolaknya untuk kesekian ternyata ia masih ga menyerah dan menggunakan pemujanya untuk membenci gue, salah satunya Vio, adiknya Audrey.

Gue yang muak dengan Laura, sengaja mencium Vio dan mengirim fotonya ke Laura. Sengaja menggunakan Vio seakan membalas kebohongan yang pernah ia buat kalau gue suka sesama cowok. Meminta Laura ga mengganggu gue lagi.

Sayangnya, Laura malah menggunakan foto itu untuk membalas gue dan menyebarkan kalau gue dan Vio pacaran. Kalau Audrey ga turun tangan dan mengancam Laura, mungkin nama baik gue benar-benar hancur di mata semua orang.

"Pantas aja lo benci dia. Tapi kenapa lo malah bilang ke nyokap lo kalau lo pacaran dengannya?" Tanya Sammy yang bingung dengan tindakan gue.

"Gue udah bilang gue terpaksa,"

"Tapi kan bisa cewek yang lain."

"Menurut lo cewek mana yang bisa mengalahkan Paris? Yang bisa tetap teguh pendiriannya dari nyokap gue?"

"Ga ada. Kalau nyokap lo kasih pilihan keuntungan buat mereka atau diancam bakal hidup susah, cewek lo pasti langsung pilih yang pertama tanpa mikir dua kali." Jawab Mickey yang tau jelas karakter mami. 

Setiap cewek yang gue jalin hubungan serius bakal diminta mami untuk mundur. Itu salah satu alasannya gue ga pernah pacaran yang serius karena gue tau, ga ada cewek yang benar-benar berkorban untuk gue. Sayangnya Laura satu-satunya yang gue tau bisa. Tetapi gue ga suka dengannya. 

"Nah, lo semua tau." Cuma Laura yang bisa tetap teguh pendiriannya walau tindakannya mengerikan.

"Apa Laura tau lo gunain dia?" Tanya Vino yang gue balas anggukan. 

"Mungkin sekarang dia sudah tau."

"Gue penasaran gimana nyokap lo minta buat Laura jauhi lo," 

"Nyokap lo ga akan minta bokap lo menekan perusahaan keluarganya lagi, kan?" 

"Ga, bokap gue setuju."

"F*ck!" Seru Bryan sambil memandang gue takjub. 

"Tory, selamat. Ga lama lagi lo akan nyusul kita." Vino mengangkat gelasnya ke arah gue. 

"Laura ga bakal lepasin kesempatan ini. Gue yakin lo kena jebakan lo sendiri!" Bryan juga ikut-ikutan mengangkat gelasnya. 

"Ha! Ga mungkin!" Mereka terlalu meremehkan gue!

"Lihat aja. Gue bertaruh kalau ia bakal nikah dengan Laura." Vino ga peduli dengan ucapan gue. 

"Gue juga,"

"Sama, gue juga."

"Kalau lo semua seyakin itu, gue juga ikut kalian," Sammy malah ikut-ikutan mendukung mereka bukan gue. 

"Lo semua ngeremehin gue!"

"Gue ga ngeremehin lo. Tapi Laura bukan tandingan lo." Ucap Vino yang didukung oleh yang lain.

"Oke, kita lihat. Setelah nyokap gue ga maksain gue nikah dengan Paris, gue ga perlu Laura. Gue akan pacaran dengan cewek lain!"

"Oke, kita lihat!" Balas Bryan semangat. "Deal, ya?"

"Deal!"

"Kalau lo kalah lo harus budge jumping di Niouc Bridge." Tantang Bryan sambil berdiri dan menyodorkan tangannya ke arah gue. 

"Oke!" Gue membalas menjabat tangan Bryan sebagai tanda kesepakatan.  "Kalau gue menang, lo semua yang harus budge jumping di sana?"

"Deal!" Balas mereka yang setuju dengan pertaruhan kami. 

Ha! Gue yakin gue akan menang. Gue selalu bisa lepas dari jeratan Laura. Kali ini pun gue yakin akan lepas. Karena akhirnya gue punya kelemahan Laura supaya ia menuruti gue. Kalau gue putuskan ia berpura-pura jadi pacar gue, ia pasti akan menuruti gue. Lalu kalau gue sudah ga gunain dia buat jadi tameng gue, ia ga akan ganggu gue.  Saat itu tiba, gue akan menyaksikan mereka yang ngeremehin gue budge jumping dengan puas. 

*******

Previous        Index        Next

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NEMESIS

RyuKuni Game Chapter 2

Ryukuni Game Chapter 1