Langsung ke konten utama

The Victim - Part 6

 

Aku mengernyitkan dahiku. Mengerjapkan mata dengan sinar lampu yang terang. Perlahan kesadaranku pulih. Ini dimana? Aku menatap kesekelilingku. Sofa di samping tempatku berbaring. Jarum infus di lenganku. Bau khas yang menusuk hidungku. Rumah sakit? Siapa yang membawaku?

Aku berusaha duduk dari tempat tidur. Akan tetapi tubuhku masih lemah. Tidak mampu menompang tubuhku.

"Anda sudah sadar." ucap wanita muda dengan memakai jas hitam menekan tombol di dinding di atas  kepalaku. 

Apa yang sebenarnya terjadi?

Pintu terbuka. Seorang dokter dan perawat masuk ke dalam ruangan dengan pria berjas hitam bertubuh besar yang tidak aku kenal. 

"Aku di rumah sakit mana?" Tanyaku pada dokter yang memeriksaku. 

"Dok, saya berada di rumah sakit mana?"

"Kondisinya sudah mulai membaik. Hanya perlu istirahat." Ucap dokter itu pada wanita muda.  Ia bahkan seperti menganggapku tidak ada.

Apa ini karena aku pembunuh keluarga Permana? Karena itu dokter seakan tidak menganggapku ada. Lalu wanita muda dan pria itu..  Apa mereka polisi?

Lebih baik jika mereka benar-benar polisi. Setidaknya aku akan menyerahkan bukti itu padanya. Aku menyentuh tubuhku. Tidak ada!

"Dimana ballpointku? "

"Tenang. Ballpoint itu sudah kembali ke pemiliknya."

Ke pemiliknya? Justin! Jadi yang aku lihat memang benar Justin! Apa ia akan membantuku? Bagaimana kalau ia membunuhku?

Jantungku berdetak sangat kencang.  "Oni bahaya. Suster, berikan obat penenang."

"Tidak! Jangan! Aku ingin pergi dari sini!" mohonku pada dokter yang hanya sia-sia.  Perawat itu menyuntikan cairan di lenganku.

Perlahan tenagaku seperti lenyap. Kesadaranku semakin melemah. 


******

 

Bangun! Bangun! Terdengar suara Mikela berteriak di telingaku.  Menyuruhku bangun dari tidur lelapku. Perlahan aku membuka kelopak mata yang terasa amat berat. 

Aku tidak sendirian. Ada perawat di sampingku. Tapi siapa dia? Sebagian wajahnya ditutupi masker. Apa yang ia lakukan? Apa ia ingin menyuntikan obat bius lagi?

"Berhenti. Kumohon. Aku tidak akan memberontak."

"Tenang. Kamu tidak akan memberontak selamanya" ia mengarahkan jarum suntikan ke arahku..

Itu bukan obat bius! Ia ingin membunuhku! Dengan tenaga yang lemah aku menarik jarum infus di tanganku. Darah segar mengalir membasahi selimut. 

Lari! Kepalaku berteriak untuk menyelamatkan diriku. Tetapi fisikku tidak dapat melakukannya. Dengan lemah aku berusaha bangkit dari tempat tidurku. Menggeserkan tubuhku ke samping. Berusaha menjauh darinya.

"Mau kemana?" perawat itu dengan mudah menarik tubuhku terbaring kembali di atas tempat tidur. Menahan dada dengan lengannya. 

"Tolong!" aku berteriak sekuat yang aku bisa lakukan. "Tolong!!!  Hmmmphh!!!" wajahku ditutupi bantal dengan kuat. 

Aku memberontak. Membebaskan diri dari pembunuh yang ingin mencabut nyawaku. Tanganku menggapai apapun yang bisa kudapatkan untuk menghentikannya.

Tanganku menyentuh tiang infus. Menghantam tiang itu secara membabi buta ke arah wanita yang berada di atas. Membuatnya menjerit kesakitan dan berhenti mencekikku.

Aku melempar bantal ke samping.  Menghirup udara. Aku harus pergi dari sini. Aku menjatuhkan diriku dari atas tempat tidur. Tidak peduli dengan rasa sakit di bagian tubuhku yang menghantam keras keramik dibawah. 

"Sialan!" ia mengambil alat suntik yang jatuh di lantai. Menatapku marah dari bawah seberang tempat tidur.

Lari dari sini! Aku mencoba berdiri tetapi kaki yang lemah membuatku jatuh. Dengan sekuat tenaga aku menyeret tubuhku dari tempat mematikan yang menjebakku tidak dapat lari darinya. 

Tentu saja aku kalah cepat dengannya yang lebih dulu memutari tempat tidur. Menghadangku yang terhimpit tempat tidur dan dinding.

Tidak! Aku menyeret tubuhku ke bawah tempat tidur. Berusaha kabur darinya yang ingin menusukkan jarum. "Tolong!" kali ini aku menjerit lebih keras. 

"Tidak ada yang akan menolongmu! " ia menarik kakiku dan menyeret tubuhku menjauh dari bawah tempat tidur. Lalu mengangkat jarum dan bersiap menusukku. 

Kakiku menendangnya dengan sekuat tenagaku hingga ia menghantam dinding dan jatuh. Kesempatanku untuk menyeret tubuhku melewati celah tempat tidur. Aku berusaha berdiri dengan memegang meja nakas sebagai penompang. Kali ini kakiku cukup menompang tubuhku meski berjalan sempoyongan. 

Dukkkk!!! Benda menghantam pundakku dengan sangat keras membuatku terjatuh. Lalu terdengar suara kaca pecah jatuh dibelakangku. Sakit! Aku hanya bisa tersungkur diatas lantai. Menyeret tubuhku yang terasa berat dan sakit yang tidak dapat ku tahan. Aku bahkan tidak berani menoleh ke belakang.

Pintu terbuka tepat saat bayangan pembunuh itu di belakangku. "Apa... Berhenti! Jangan bergerak!" wanita yang kulihat sebelumnya mengangkat senjata ke arah pembunuh itu.

Dari bayangan aku dapat melihat pembunuh itu mengangkat jarum ditangannya dan menusuknya padaku. DORR! Letusan dari senjata api mengenai pembunuh itu. Membuatnya jatuh dibelakangku mengenai pecahan kaca yang berhamburan dilantai. 

"Apa kamu tidak apa-apa? "

Tubuhku menggigil sangat kuat.  Aliran darahku seperti menyempit. Seluruh tubuhku mati rasa. Leherku seperti tercekik.

"Panggilkan dokter! Cepat! Target sekarat!" teriak wanita itu yang dapat kudengar samar-samar.

Derap langkah kaki. Teriakan. Tubuhku yang terangkat. Pandanganku semakin mengabur dan terasa berat. Aku ingin hidup! Aku tidak ingin mati!

 

******


Previous        Index        Next        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NEMESIS

RyuKuni Game Chapter 2

Ryukuni Game Chapter 1