Aku mengernyitkan dahiku. Mengerjapkan mata
dengan sinar lampu yang terang. Perlahan kesadaranku pulih. Ini dimana? Aku
menatap kesekelilingku. Sofa di samping tempatku berbaring. Jarum infus di
lenganku. Bau khas yang menusuk hidungku. Rumah sakit? Siapa yang membawaku?
Aku berusaha duduk dari tempat tidur. Akan
tetapi tubuhku masih lemah. Tidak mampu menompang tubuhku.
"Anda sudah sadar." ucap wanita
muda dengan memakai jas hitam menekan tombol di dinding di atas kepalaku.
Apa yang sebenarnya
terjadi?
Pintu terbuka. Seorang dokter dan perawat
masuk ke dalam ruangan dengan pria berjas hitam bertubuh besar yang tidak aku kenal.
"Aku di rumah sakit mana?" Tanyaku pada dokter yang memeriksaku.
"Dok, saya berada di rumah sakit
mana?"
"Kondisinya sudah mulai membaik. Hanya
perlu istirahat." Ucap dokter itu pada wanita muda. Ia bahkan seperti menganggapku tidak ada.
Apa ini karena aku pembunuh keluarga
Permana? Karena itu dokter seakan tidak menganggapku ada. Lalu wanita muda dan pria itu.. Apa mereka polisi?
Lebih baik jika mereka benar-benar polisi. Setidaknya
aku akan menyerahkan bukti itu padanya. Aku menyentuh tubuhku. Tidak ada!
"Dimana ballpointku? "
"Tenang. Ballpoint itu sudah kembali
ke pemiliknya."
Ke pemiliknya? Justin! Jadi yang aku lihat
memang benar Justin! Apa ia akan membantuku? Bagaimana kalau ia membunuhku?
Jantungku berdetak sangat kencang. "Oni bahaya. Suster, berikan obat
penenang."
"Tidak! Jangan! Aku ingin pergi dari
sini!" mohonku pada dokter yang hanya sia-sia. Perawat itu menyuntikan cairan di lenganku.
Perlahan tenagaku seperti lenyap.
Kesadaranku semakin melemah.
******
Bangun! Bangun! Terdengar suara Mikela
berteriak di telingaku. Menyuruhku
bangun dari tidur lelapku. Perlahan aku membuka kelopak mata yang terasa amat
berat.
Aku tidak sendirian. Ada perawat di
sampingku. Tapi siapa dia? Sebagian wajahnya ditutupi masker. Apa yang ia
lakukan? Apa ia ingin menyuntikan obat bius lagi?
"Berhenti. Kumohon. Aku tidak akan
memberontak."
"Tenang. Kamu tidak akan memberontak
selamanya" ia mengarahkan jarum suntikan ke arahku..
Itu bukan obat bius! Ia ingin membunuhku!
Dengan tenaga yang lemah aku menarik jarum infus di tanganku. Darah segar
mengalir membasahi selimut.
Lari! Kepalaku berteriak untuk
menyelamatkan diriku. Tetapi fisikku tidak dapat melakukannya. Dengan lemah aku
berusaha bangkit dari tempat tidurku. Menggeserkan tubuhku ke samping. Berusaha
menjauh darinya.
"Mau kemana?" perawat itu dengan
mudah menarik tubuhku terbaring kembali di atas tempat tidur. Menahan dada
dengan lengannya.
"Tolong!" aku berteriak sekuat
yang aku bisa lakukan. "Tolong!!!
Hmmmphh!!!" wajahku ditutupi bantal dengan kuat.
Aku memberontak. Membebaskan diri dari
pembunuh yang ingin mencabut nyawaku. Tanganku menggapai apapun yang bisa
kudapatkan untuk menghentikannya.
Tanganku menyentuh tiang infus. Menghantam
tiang itu secara membabi buta ke arah wanita yang berada di atas. Membuatnya
menjerit kesakitan dan berhenti mencekikku.
Aku melempar bantal ke samping. Menghirup udara. Aku harus pergi dari sini.
Aku menjatuhkan diriku dari atas tempat tidur. Tidak peduli dengan rasa sakit
di bagian tubuhku yang menghantam keras keramik dibawah.
"Sialan!" ia mengambil alat
suntik yang jatuh di lantai. Menatapku marah dari bawah seberang tempat tidur.
Lari dari sini! Aku mencoba berdiri tetapi
kaki yang lemah membuatku jatuh. Dengan sekuat tenaga aku menyeret tubuhku dari
tempat mematikan yang menjebakku tidak dapat lari darinya.
Tentu saja aku kalah cepat dengannya yang
lebih dulu memutari tempat tidur. Menghadangku yang terhimpit tempat tidur dan
dinding.
Tidak! Aku menyeret tubuhku ke bawah tempat
tidur. Berusaha kabur darinya yang ingin menusukkan jarum. "Tolong!"
kali ini aku menjerit lebih keras.
"Tidak ada yang akan menolongmu!
" ia menarik kakiku dan menyeret tubuhku menjauh dari bawah tempat tidur.
Lalu mengangkat jarum dan bersiap menusukku.
Kakiku menendangnya dengan sekuat tenagaku
hingga ia menghantam dinding dan jatuh. Kesempatanku untuk menyeret tubuhku
melewati celah tempat tidur. Aku berusaha berdiri dengan memegang meja nakas
sebagai penompang. Kali ini kakiku cukup menompang tubuhku meski berjalan
sempoyongan.
Dukkkk!!! Benda menghantam pundakku dengan
sangat keras membuatku terjatuh. Lalu terdengar suara kaca pecah jatuh
dibelakangku. Sakit! Aku hanya bisa tersungkur diatas lantai. Menyeret tubuhku
yang terasa berat dan sakit yang tidak dapat ku tahan. Aku bahkan tidak berani
menoleh ke belakang.
Pintu terbuka tepat saat bayangan pembunuh
itu di belakangku. "Apa... Berhenti! Jangan bergerak!" wanita yang
kulihat sebelumnya mengangkat senjata ke arah pembunuh itu.
Dari bayangan aku dapat melihat pembunuh
itu mengangkat jarum ditangannya dan menusuknya padaku. DORR! Letusan dari
senjata api mengenai pembunuh itu. Membuatnya jatuh dibelakangku mengenai
pecahan kaca yang berhamburan dilantai.
"Apa kamu tidak apa-apa? "
Tubuhku menggigil sangat kuat. Aliran darahku seperti menyempit. Seluruh
tubuhku mati rasa. Leherku seperti tercekik.
"Panggilkan dokter! Cepat! Target
sekarat!" teriak wanita itu yang dapat kudengar samar-samar.
Derap langkah kaki. Teriakan. Tubuhku yang
terangkat. Pandanganku semakin mengabur dan terasa berat. Aku ingin hidup! Aku
tidak ingin mati!
******
Komentar
Posting Komentar