Langsung ke konten utama

The Victim - Part 7

 

Sinar terang terasa di kedua kelopak mataku. Menyadarkanku untuk bangun. Dengan pelan aku membuka kedua kelopak mataku.  Mengerjap saat sinar begitu menyilaukan. Aku masih hidup?

Pertanyaan sama yang selalu ku pastikan dalam benakku setiap kali bangun setelah aku hampir mati.

"Akhirnya kamu sudah sadar." Suara pria berdiri di samping tempat tidurku terdengar samar-samar.

Siapa? Aku menoleh ke arah suara itu berasal. Justin? Kali ini aku mengerjap mataku dengan cepat.  Memfokuskan penglihatanku. Itu benar-benar dia. Dia ada disini!

Apa yang harus aku lakukan?! Aku tidak dapat menghindar darinya. 

"Ada hal yang ingin ku bicarakan. Tetapi aku akan menunggu sampai kamu benar-benar pulih" Ucapnya dengan nada dingin sebelum beranjak pergi meninggalkanku.

Apa yang ingin ia bicarakan? Apa soal pembunuh adiknya? Kalau benar itu artinya ia percaya padaku. Ia bisa membersihkan nama baikku.

"Tunggu." Aku menghentikannya yang sudah berdiri di depan pintu yang dibuka oleh laki-laki diluar.

"Bisa kita bicara sekarang? Aku sudah merasa lebih baik" Cepat atau lambat aku memang harus bicara padanya. Meminta tolong meskipun keluarga Permana berbuat kejam padaku. Tetapi itu karena mereka mengira aku pembunuh adiknya. 

Setelah mereka tahu, aku yakin mereka akan menghentikan orang-orang untuk menyiksaku.  Membersihkan nama baikku sehingga aku bisa hidup layaknya orang umumnya. Lalu bertemu dan berkumpul kembali dengan orang tuaku.

Justin berjalan mendekatiku dan duduk di sofa yang berseberangan dengan ujung tempat tidur. Aku berusaha duduk di atas tempat tidur dengan perlahan. Aku tidak tahu harus mulai darimana bicara dengannya. Auranya sangat menakutkan. Orang sepertiku terlihat sangat rendah dihadapannya.

Kenapa ia tidak bicara? Apa ia menungguku mulai lebih dulu? Aku mengangkat wajahku bertatapan dengannya yang tidak melepaskan pandangan dariku.

"Ballpoint itu. Apa ada ditangan anda?" Tanyaku sambil mengatasi rasa gugup.

"Ya." jawabnya singkat

"Anda sudah mendengarnya?"

"Ya, aku sudah mendengarnya" Jawabnya tanpa ekspresi. "Siapa pembunuh sebenarnya?"

"Aku tidak tahu siapa dia tetapi aku ingat wajahnya. Ia cantik, kulitnya putih, rambutnya ikal dicat warna coklat muda. Lalu... "

"Ada banyak ciri-ciri perempuan seperti itu." Potongnya membuatku terdiam.

"Bagaimana kalau foto. Aku yakin ada fotonya bersama almarhumah Sindy. Ia bilang ia menyukai laki-laki yang dekat dengan Sindy" Benar! Laki-laki itu juga tahu siapa pembunuhnya.

"Laki-laki itu pernah bersaksi di pengadilan waktu itu."

"Ia sudah meninggal akibat kecelakaan" Jawab Justin berhasil membuat harapanku hilang.

"Sudah meninggal? Kapan?"

"Di hari saat kamu diculik."

Kenapa sangat kebetulan ia meninggal dengan hari dimana aku ingin dibunuh waktu itu? Aku ragu jika laki-laki itu meninggal karena kecelakaan. Wanita itu bisa saja menyingkirkannya sama seperti yang ia lakukan padaku. Ia ingin menghilangkan bukti dengan cara membungkam kami selamanya.

Anehnya kenapa ia berani menemuiku dan mengungkapkan jika ia pembunuhnya? Kenapa ia tidak membukamku setelah ia memberitahuku? 

"Besok jika kamu sudah bisa jalan aku ingin kamu menunjuk foto wanita itu." Ucapan Justin berhasil menghidupkan harapanku yang baru. Ia menerima usulanku.

"Baik." Kali ini aku akan memberi tahu keluarga Sindy siapa pembunuh sebenarnya.

Justin bangkit berdiri dari sofa tanpa melepas pandangan matanya dariku. Ia membuatku kembali gugup. Menunduk, menghindari tatapan matanya.

"Sampai bertemu nanti, Giska" Ucapannya mengingatkanku saat di penjara. Trauma walau hanya mendengar suaranya. 

Walaupun kali ini situasinya berbeda. Ia tidak menganggapku seorang pembunuh yang sangat dibencinya. Tetapi aku masih merasakan kemarahannya padaku. Merasakan jika ia jijik pada orang rendah sepertiku yang ingin menggantikan kejahatan orang lain hanya demi uang.

 

******

 

"Mari, anda sudah ditunggu tuan Gideon." Wanita yang menolongku ditugaskan untuk menjaga sekaligus mengawasiku.

"Baik." Aku sudah siap sejak ia memberitahuku jika Gideon Permana,  ayah Justin ingin bertemu denganku di ruang kerja.

Aku baru tahu jika tempat ini rumah Justin. Tempatku berlindung sekaligus diawasi ketat setelah percobaan pembunuhan di rumah sakit. Selama ini aku tidur di rumahnya yang megah bak istana bagi orang miskin sepertiku. 

Aku mengikuti wanita itu dengan perasaan gugup dan takut. Bagaimana jika mereka menyakitiku meski mereka tahu aku bukan pembunuhnya. A, apa yang harus aku lakukan?

Salah seorang pengawal berjas hitam menghentikan langkah kami. "San, kamu diminta menemani Bu Vivian dibawah."

"Tetapi aku harus mengantarkan Giska menemui Pak Gideon."

"Biar aku yang mengantarkannya."

"Baiklah." Wanita itu berjalan lebih dahulu meninggalkan aku dengan pengawal yang baru aku lihat selama ada di tempat ini.

"Silahkan." Laki-laki itu memintaku jalan disampingnya.

"Ada salam dari orang tuamu" Aku menghentikan langkahku. "Pastikan kamu menyelamatkan mereka"

"Apa maksud kamu?"

"Terus jalan" perintah laki-laki itu tanpa menoleh kearahku.

"Kamu akan tahu nanti. Jika kamu menunjuknya maka orang tuamu hanya tinggal nama."

"Aku tidak percaya!" Bapak ibu pasti dalam keadaan aman. Ia hanya menakutiku.

Tiba-tiba ia mendorongku ke sudut dan memberikan foto yang dipotong berukuran kecil. Fotoku waktu masih kecil dengan Bapak Ibu. Foto ini selalu disimpan Bapak di dalam dompet dan selalu dibawa kemanapun.

"Simpan foto itu sebelum orang lain curiga." Perintah pengawal yang ku turuti dengan menyimpan foto di dalam kantongku.

"Sekarang jalan!"

Bapak dan ibu berada dalam bahaya! Aku tidak bisa membiarkan bapak dan ibu celaka. Aku harus melindungi mereka.

Kami berhenti didepan pintu yang dijaga oleh dua pria. Salah seorangnya membuka pintu mempersilahkan aku masuk ke dalam. Pria tadi ikut masuk. Ia pasti mengawasiku.

Semua orang didalam menoleh ke arahku. Seakan ingin menerkamku. Raut wajah mereka yang dingin membuatku tidak nyaman sekaligus ketakutan.

"Duduk kemari." Perintah Gideon permana menunjuk sofa di sebelah saudari perempuan Justin, Gwen.

Aku jalan dengan gugup ke sofa dan duduk di ujung menjauh dari saudari Justin. Sedangkan Justin duduk diseberangku. Aku menunduk menatap foto-foto disusun memenuhi atas meja dihadapanku.

"Justin bilang kamu bisa menunjukan pembunuh yang sebenarnya dengan melihat fotonya"

"Iya"

"Siapa diantara mereka pembunuhnya?"

Aku melirik pria yang menjadi mata-mata wanita jahat itu. Bagaimana sekarang? Apa aku pura-pura tidak tahu saja?

Aku menatap satu per satu foto perempuan. Tidak ada. Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak ada di antara foto ini."

"Ganti foto selanjutnya." Perintah Gideon Permana pada karyawannya yang langsung menyingkirkan foto-foto di atas meja dan menyusun foto di tangan mereka.

Tatapanku berhenti pada salah satu foto yang disusun. Foto Sindy permana dengan seluruh teman-temannya di kelas. Fokus pada wajah mirip pembunuh Sindy. Tetapi wajah yang di foto tidak secantik pembunuh Sindy.

"Apa kamu menemukannya?" tanya Justin mengejutkanku.

"T, tidak." Aku berpura-pura menatap semua foto yang ada sudah disusun di atas meja.

Tatapanku berhenti pada foto wanita jahat yang difoto di sebuah pesta. Kali ini aku dapat melihat wajah yang sama hanya saja wajah itu terlihat lebih baik dari foto sebelumnya. Jadi wanita itu operasi wajahnya agar terlihat lebih cantik?

Aku mengalihkan pandanganku sebelum ada yang mencurigaiku. "Tidak ada." Bohongku tanpa berani menatap Gideon.

Foto-foto itu kembali dibersihkan dan berganti dengan foto-foto yang lain. Kali ini pun aku menemukan foto wanita jahat itu bersama dengan Sindy dan pacarnya. Mereka dekat. Wanita itu bisa jadi teman dekat Sindy.

"Apa ia ada difoto ini?" tanya Gideon dengan nada gusar.

"Tidak, Pak. Tidak ada."

Gideon menarik nafas dengan kasar lalu menghembuskannya. "Besok akan ada diadakan pesta. Semua yang kenal dan dekat dengan Sindy dan Vino akan dihadir. Aku ingin kamu mengenali mereka"

"Baik."

Tuan Gideon memberi tanda agar aku pergi dari hadapan mereka. Dengan senang hati aku pergi dari ruang ini. Bahkan jika pergi dari tempat ini. Yang terpenting aku harus menyelamatkan Bapak dan Ibu dari wanita itu. 

 

******


Previous         Index        Next        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NEMESIS

RyuKuni Game Chapter 2

Ryukuni Game Chapter 1